Pos-Solo,- Jakarta, HanTer-PT Pertamina (Persero) menyatakan, antrian yang terjadi dibeberapa di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dikarenakan akibat kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dari 48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl.
Akibat kebijakan tersebut, Pertamina terpakasa harus mengurangi alokasi pasokan BBM subsidi untuk setiap SPBU.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya mengatakan, pasokan BBM subsidi di setiap SPBU ikut disesuaikan dengan kuota yang telah ditetapkan pemerintah kepada Pertamina.
Hal ini dilakukan agar jatah kuota yang sebesar 46 juta kl tersebut tercukupi hingga akhir tahun ini.
"Antrian yang terjadi di beberapa wilayah adalah konsekuensi logis, menyesuaikan kuota, langkah operasional dilakukan dengan menyesuaikan kuota nasional," kata Hanung di Jakarta, Senin (25/8).
Hanung mengungkapkan, berkembangnya isu yang beredar di masyarakat soal kelangkaan BBM subsidi membuat masyarakat mendatangi SPBU untuk membeli BBM subsidi dari yang biasanya.
Padahal hingga saat ini stok BBM bersubsidi Pertamina masih cukup untuk 18 hari ke depan. Artinya, tidak ada kelanggkan ataupun stok BBM kosong.
"Itu panic buying rush yang tidak terjadi. Karena ada rumor isu premium kosong ada rush, biasanya beli Rp10 ribu jadi full," ungkapnya.
Pengamat energi dari Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa mengatakan, kelangkaan BBM subsidi terjadi lantaran kuota BBM subsidi sudah hampir melewati dari target kuota BBM subsidi. Oleh karena itu, pemerintah pada saat itu membuat kebijakan pembatasan BBM subsidi.
Namun, kebijakan tersebut tidak efektif lantaran pemerintah lebih mengutamakan pasokan BBM subsidi untuk daerah perkotaan yang mengakibatkan daerah pinggiran harus mengalami kelangkaan BBM subsidi.
"Jadi ini dampak kebijakan terhadap efektivitasnya rendah dan tidak cerdas," ujar Iwa.
Iwa mengutarakan, kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah seperti dilarangnya menjual BBM subsidi jenis premium di rest area jalan tol dan penjualan BBM subsidi jenis solar dalam waktu tertentu. Kebijakan tersebut, sangatlah tidak cerdas karena sama saja pemerintah seperti melemparkan masalah BBM subsidi ke lapangan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan mengatakan, kebijakan pembatasan BBM yang diterapkan pemerintah merupakan kebijakan yang tanggung.
Pasalnya, apabila sudah mengeluarkan kebijakan pembatasan BBM subsidi pastinya kelangkaan tidak akan terjadi. Kelangkaan BBM subsidi yang terjadi di berbagai daerah karena kuota yang disediakan per daerah oleh Pertamina sudah melampaui kuota.
“Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mau menaikkan harga BBM subsidi. Secara otomatis ketika terjadinya kelangkaan, pemerintahan yang baru harus mengambil langkah menambah kuota, dan menaikkan hara BBM subsidi,” tutur Mamit.
Dihubungi terpisah, Anggota DPR Komisi VII, Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan DPR tidak akan mengambil langkah apapun untuk menambah anggaran BBM bersubsidi, seperti yang sudah ditetapkan dalam APBN-P 2014 sebanyak 46 juta KL. Artinya kondisi ini kemungkinan bakal terus terjadi hingga akhir Desember 2014.
"Intinya harus disiplin kuota 46 juta KL sampai 31 Desember 2014," kata Bobby.
Bobby menyadari, kondisi seperti itu rentan terjadi gejolak sosial dan menempatkan SPBU tanpa pengamanan, sebagai korban terdepan bilamana ada keributan. Kondisi ini terjadi karena Pemerintah tidak punya demand management yang seharusnya mengatur penggunan BBM bersubsidi sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2012. Sehingga problem utamanya, bagaimana BBM subsidi itu didistribusikan pada pengguna yang ditentukan, belum dijawab.
"Seharusnya pemerintah segera mengaktifkan RFID yang sudah dibelanjakan via APBN agar jangan mubazir. Kalo hanya menjatahkan kuota, enggak perlu sistem yang hebat-hebat dan mahal. Utamanya pemerintah harus secepatnya menerapkan sistem distribusi tertutup untuk BBM subsidi. Pembatasan kuota ke SPBU atau pengkitiran itu bukan solusi, hanya buying time dan mengalihkan antrian," urainya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan langkah pemangkasan jatah kuota harian BBM subsidi ini sudah mulai diberlakukan sejak 18 Agustus 2014, agar kuota BBM subsidi sebanyak 46 juta kilo liter (KL) dapat mencapai batas akhir Desember 2014.
"Untuk tambah nafas agar cukup sampai Desember. Saya minta BPH Migas, tolong lakukan pengendalian," ungkap Jero.
Pembatasan BBM subsidi, merupakan opsi yang dipilih karena dinilai lebih efektif dan efisien. Karenanya Jero optimis kuota tersebut dapat terjaga dan anggaran BBM subsidi juga tidak melonjak dari alokasi APBN-P 2014.
"Makanya caranya adalah ketatkan BBM subsidi ini. Premium dan solar subsidi. Karena kalau hitungan normal, 46 juta kalau nggak ngapa-ngapain itu cukup sampai Desember," paparnya.
Jero ingin pengetatan konsumsi BBM subsidi tidak merugikan rakyat kelas menengah ke bawah, seperti nelayan, petani dan lainnya. "Arahnya saya jangan nelayan miskin. Bus dan truk rakyat jangan kena. Tapi orang yang pakai mobil mewah harus kena," ujarnya
Afif Yulma P ,- dikutip dari Harianterbit
8/26/2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment