Dampak Ekonomi Agresi Israel ke Gaza
"Ini rumit. Melihat yang tidak seperti ini pada tahun sebelumnya," ujar Souhel Farran, salah satu warga Israel yang berdiam di Nazareth, utara tanah jajah Israel.
Pria yang membuka restoran terkenal didaratan Nazaret berkata, kebanyakan orang termasuk dirinya lebih memilih duduk di depan televisi dan mencari tahu kabar terbaru saat ini, dibandingkan membuka restorannya.
Ia becerita, Nazareth merupakan salah satu kota di Israel yang terkenal dan sering menjadi tujuan para wisatawan lokal maupun mancanegara. Bahkan, sebelum saat ini, Nazareth biasanya penuh sesak dengan para wisatawan maupun kunjungan peziarah.
Namun saat ini, dari Mary Nah hingga Gereja Ortodoks Yunani terlihat seperti tanpa ada kehidupan. Tak hanya itu, kafe-kafe yang mengelilingi alun-alun kota tampak sepi bahkan kosong dan barisan panjang yang biasanya terlihat didepan pintu masuk situs Kristen yang terkenal, kini menghilang.
"Usaha milik Yahudi, terutama yang dekat dan berada dalam jangkauan roket Hamas, pasti telah pindah dari tempat itu. Tetapi, hal yang paling brutal terasa adalah ketika para warga Arab yang berdiam disini memboikot produk-produk Yahudi," lanjutnya.
Hal tersebut sangat terasa dan terlihat jelas. Bahkan, interaksi utama di kota ini sudah benar-benar jelas tidak seperti biasanya.
Direktur Co-Eksekutif Sikkuy, Jabir Asaqla mengatakan, hal tersebut dimulai ketika seorang remaja laki-laki Arab di culik dan ditemukan tewas di Yerusalem Timur.
Sikkuy merupakan, sebuah organisasi non-profit yang aktif dalam mempromosikan kesetaraan di antara warga Arab dan Yahudi Israel. Faktor lainnya, ketika ada seruan yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman untuk memboikot bisnis Arab.
Middle East Monitor (MEMO) beberapa hari yang lalu mengabarkan, sekitar 70 persen lembaga, pabrik dan peternakan Zionis berhenti beroperasi. Hal tersebut telah menyebabkan kerugian ekonomi hampir 950 dolar AS atau sekitar Rp 11,2 T.
Ditambah dengan perkiraan kerugian dari sektor perhotelan sebesar 99 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,1 T dari wisatawan asing yang telah membatalkan perjalanan menuju Israel. Dan, selebihnya sebesar 25 juta dllar AS atau sekitar Rp 300 juta dari wisatawan lokal.
Sebelumnya, Hareetz pada pekan lalu melaporkan, roket-roket milik gerakan perlawanan Palestina telah menimbulkan kerugian besar terhadap perekonomian Isarel. Yang mana agresi tersebut memaksa para pengusaha untuk memindahkan bisnis dan proyek mereka ke daerah utara. Kemudian, mencari daratan yang diyakini lebih aman dari serangan perlawanan Palestina.
Bahkan, hal tersebut telah menyebabkan, banyak masyarakat Israel yang berdiam didaerah utara Israel melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah utara Gaza. Menurut jumlah yang dikeluarkan pada akhir Maret lalu oleh Biro Pusat Statistik Israel menyebutkan, wilayah selatan tersebut merupakan wilayah yang memberikan kekuatan ekonomi sekitar 10 persen. Selain itu, memberikan kontribusi pula untuk delapan persen dari total ekspor luar negeri Israel.
Selain itu, dalam laporan Haaretz tersebut menyebutkan, hampir 30 persen para pekerja di pusat Israel telah kembali bekerja di pabrik-pabrik di dalam tempat penampungan yang dibuat khusus untuk masa perang. Namun, hal tersebut tidak cukup berpengaruh besar dikarenakan kurangnya lingkungan kerja yang sesuai di dalam penampungan tersebut telah mengakibatkan berkurangnya kapasitas produksi Zionis Israel sebanyak 40 persen.
Dikarenakan hal itu, maka beberapa pemilik pabrik dan peternakan menuntut Departemen Keuangan Israel untuk memberikan kompensasi atas kerugian yang diderita mereka.
Menteri Keuangan Israel Yair Lapid mengatakan, kementerian akan memberikan kompensasi kepada semua warga yang terkena dampak perang Gaza.
Sebelumnya, sektor swasta Israel mengalami kerugian hingga 1.25 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 T akibat perang yang dilancarkan Israel terhadap Gaza.
Afif Yulma Putra-Dikutip dari Republika dan website lainnya
0 komentar:
Post a Comment