Namun Minggu kemarin, lebih dari 6 dekade setelahnya, ia memberi hormat pada penguasa abadi negeri paling menutup diri di muka Bumi itu, yang sejatinya memimpin perlawanan atas pasukan Amerika Serikat, yang duu mengincar kematiannya: Kim Il-sung.
Ia mendatangi Istana Matahari (Kumsusan) di Pyongyang. Mengikuti protokol di sana, setiap orang diharapkan berhenti dan membungkuk di depan peti mati kaca Kim Il-sung dan Kim Jong-il -- pendiri Korut dan putranya yang berkuasa 18 tahun menggantikan ayahnya pada 1994. Hudner pergi ke situs paling suci di Korut itu bersama rekannya, Richard Bonelli.
"Itu hanya bentuk penghormatan," kata Hudner peraih medali kehormatan, Medal of Honor, seperti dimuat CNN, Senin (22/7/2013).
Kunjungannya dilakukan jelang ulang tahun gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea yang berlangsung 3 tahun, yang diperingati setiap 27 Juli.
Dan bukan tanpa alasan. Hudner, pensiunan kapten Angkatan Laut, memimpin delegasi misi pencarian jasad Ensign Jesse Brown, penerbang Afrika-Amerika kulit hitam pertama yang bergabung dalam Angkatan Laut.
Hudner, Bonelli, dan tim dijadwalkan akan bertolak ke Danau Chosin, lokasi bekas pertempuran, untuk mencari jasad Brown. Di tengah potensi guyuran hujan deras.
Namun mereka tidak akan tinggal untuk mengikuti parade militer besar-besaran, yang disebut pihak Korut, sebagai "Hari Kemenangan". Meski, apapun hasilnya, menemukan atau tidak mendapatkan jasad Brown, kunjungan diharapkan akan memperbaiki hubungan penuh ketegangan antara AS dan Korut.
Penulis biografi Hudner, Adam Makos mengatakan, mantan pilot berusia 88 tahun itu menunjukkan martabat besar dengan menghormat mantan pemimpin Korut -- seperti yang dituntut protokol.
"Ia adalah penerima medali emas untuk keberaniannya, penghargaan yang mencerminkan karakternya," kata Makos. "Dulu ia mempertaruhkan nyawa untuk menolong rekannya. Dan kini, ia menyingkirkan ego, dan mengatakan, 'Kau tahu? Aku akan menghormati pria yang pernah dianggap musuh besar kita'."
Apalagi, Hudner kini kembali ke Korut untuk mengembalikan jasad rekannya. Menunaikan janjinya. "Ini adalah sikap paripurna seorang pejuang."
Musuh Bebuyutan
Pesawat F-4U Corsair yang dipiloti Ensign Jesse Brown celaka pada Desember 1950, saat memberi perisai perlindungan udara bagi pasukan Amerika yang bertempur dengan tentara China di dekat danau beku Chosin. Hudner, yang yuniornya, mendampinginya dengan pesawat berbeda.
Namun kecelakaan terjadi. Kala itu Hudner sengaja menjatuhkan pesawatnya di dekat Brown untuk mencoba menyelamatkan rekannya itu, namun Brown yang terjebak dalam kokpit tewas beberapa saat kemudian. Atas usahanya, Hudner dianugerahi medali, sementara nama Brown diabadikan dalam sebuah kapal US Navy pada 1973.
"Apa yang terjadi dulu sangat berbeda," kata Hudner soal masa lalunya di Korut. "Saat itu Korut adalah musuh bebuyutan. Dan kuharap kunjunganku saat ini bisa membina hubungan baik, tak hanya antara dua negara, namun bagi dunia."
Chosin -- yang dalam Bahasa Korea disebut Jangjin -- adalah salah satu lokasi tempur paling berdarah dalam Perang Korea. Lebih dari 3.000 tentara AS dan marinir, juga sekitar 35 ribu tentara China tewas dalam pertempuran selama 2 minggu. (Ein/Sss)
0 komentar:
Post a Comment