8/09/2014

Tagged Under:

Analogi Prabowo Masuk Akal, Mustahil bila Ratusan TPS Nol Suara

By: afif yulma On: 1:51 PM
  • Bagikan
  • JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Juajir Sumardi, menilai analogi capres Prabowo Subianto yang menyebut pemilihan presiden (Pilpres) di Indonesia seperti di negara totaliter, fasis dan komunis bahkan penyelenggaraannya lebih buruk dari Korea Utara (Korut) memiliki dasar logika dan tidak sekedar ucapan belaka.

    Pasalnya, argumen itu merupakan asumsi yang tidak salah mengingat ada proses dalam Pilpres yang perolehan suaranya nol persen di ratusan Tempat Pemungutan Suara (TPS) sedangkan ia didukung oleh sejumlah partai politik yang memang tak dipungkiri memiliki pengurus dan basis massa di setiap tingkat Kabupaten/Kota.

    "Itu kan asumsi, kita bicara dalam ranah asumsi, ketika kondisinya di beberapa TPS itu zero point (nol poin) atau tidak ada suaranya maka secara logika bisa dipatahkan dengan adanya keberadaan partai politik, partai pendukung itu dimana-mana ada apalagi pengurus partai itu punya keluarga dan berada di setiap kabupaten/kota," katanya saat dihubungi wartawan.

    Apalagi di setiap TPS juga ada saksi dari calon nomor urut satu yang tentunya mustahil mereka tidak memilih calon yang diusungnya. Belum lagi ditambah dengan basis massa enam partai politik di setiap Kabupaten/Kota yang jelas-jelas mendukung Prabowo. Tentunya  akan terlihat janggal  kalau perolehan suaranya nol. "Nah ini yang aneh secara logika akal sehat dan tidak masuk di akal," tukasnya.

    Bila melihat di Makassar saja yang merupakan basis pemilih Jusuf Kalla (JK) itu Prabowo masih bisa memperoleh suara. Artinya, satu daerah saja semestinya sudah bisa menjadi pembanding bagi daerah lainnya itu dimana Prabowo meraih nol suara.

    Untuk itu, Juajir menegaskan pernyataan Prabowo yang menyebut ada kecurangan pelaksanaan pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif sangat masuk akal. Terlebih disertai bukti-bukti yang kabarnya sudah dikantongi oleh tim Prabowo.

    "Artinya di daerah-daerah yang kosong itu diduga ada intervensi dalam arti kata terstruktur dalam pengertian ada pihak penyelenggara atau aparat yang terlibat dalam proses kecurangan, itu yang saya tangkap dari statemennya Pak Prabowo," ujarnya.

    Juajir menjelaskan terstrukturnya dugaan pelanggaran yang dilayangkan Prabowo itu indikator sistematiknya adalah dugaan yang sifatnya terencana seperti mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pemuktahiran data DPT yang tidak dilakukan serta  adanya keterlibatan pihak-pihak luar yang mempengaruhi pemilu, seperti pihak asing. Ditambah dugaan dilakukannya pencoblosan oleh oknum petugas penyelenggara pemilu.

    Dugaan itu, lanjut Jujair memang bisa menimbulkan praduga akan adanya kecurangan pilpres. Tetapi, itu memang harus disertai bukti kuat untuk meyakinkan kebenarannya yang tempatnya di Mahkamah Konstitusi (MK).

    "Artinya dugaan-dugaan itu harus didukung oleh instrumen-instrumen pembuktian di dalam persidangan untuk memperkuat argumen-argumen tersebut," katanya.

    Seperti diketahui, di sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres di MK Rabu 6 Agustus 2014, Prabowo mengatakan persoalan atas proses pemungutan suara dimana dirinya bersama wakilnya Hatta Rajasa meraih nol suara di ratusan TPS. Ia pun menilai pelaksanaan Pilpres di Indonesia lebih buruk dari Korut.

    "Bahkan di Korea Utara pun tidak terjadi, mereka bikin 97,8 persen. Di kita, ada yang 100 persen, ini luar biasa. Ini hanya terjadi di negara totaliter, fasis dan komunis," tegas Prabowo.
    Share This Article




    Afif Yulma Putra,Dikutip dari berbagai macam website





    Recent Posts Widget

    0 komentar:

    Post a Comment