Pos-Solo,-Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi memastikan akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Kapan waktunya? Entahlah, belum pasti. Sejumlah sumber menyebut, kenaikan akan dilakukan dalam hitungan hari.
Yang jelas, hari ini, Senin (3/10/2014) sang presiden membagikan 4 'kartu sakti' kepada masyarakat: Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera dan Sim Card terkait pembayaran Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). "Ini adalah sistem yang memudahkan masyarakat bisa mengakses ke pendidikan, kesehatan, dan juga sistem cash transfer seperti ini," kata Jokowi di Pos Indonesia.
Apakah ini sinyal kenaikan harga BBM subsidi tinggal sesaat lagi?
Memang, sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden Indonesia ketujuh, pencabutan BBM bersubsidi memang jadi tantangan besar bagi pemerintahannya. Dus, rupanya Jokowi gerak cepat dengan memberikan kado kenaikan harga BBM di awal masa kerjanya.
Kenapa Jokowi senekat itu? Bukankah ia Presiden yang pro-rakyat kecil yang selalu berharap harga BBM tak naik?
Eits, tunggu dulu. Kalau menilik ke belakang, sejak kampanye pemilihan presiden, Jokowi dalam visi misi ekonomi yang diusung memprogramkan untuk mengurangi subsidi BBM dan menyediakan energi murah.
Cara yang dijanjikan saat itu adalah Konversi BBM ke gas, dengan perkiraan pengalihan 30% transportasi ke gas akan mengurangi subsidi BBM Rp 60 triliun dan menekan harga energi 20%. Satu lagi dengan cara mengalihkan konsumsi BBM ke biofuel. (Baca juga: Ekonomi RI ala Jokowi vs Prabowo, Mana yang Lebih Tangguh?)
Kini setelah menjadi orang nomor satu di negeri ini, Jokowi tak mau berlama-lama terjebak dalam dilema berani menaikkan harga BBM atau tidak.
Kenapa Jokowi berani menaikkan harga BBM?
Sejak awal tahun ini, wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi terus didengung-dengungkan oleh pemerintah. Banyak alasan yang mendasari pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi tersebut.
Pertama kenaikan harga minyak dunia. Sejak awal tahun, harga minyak dunia terus merangkak naik. Di Januari 2014, harga minyak mentah dunia ada di kisaran US$ 90 per barel. Harga tersebut terus menanjak seiring bergantinya bulan. Sampai akhirnya pada Juli 2014 harga minyak dunia sempat menyentuh level di atas US$ 100 per barel.
Kedua nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus tertekan. Di awal tahun, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selalu di atas Rp 12.000 per dolar AS. Memang, di April 2014 nilai tukar rupiah sempat menguat ke level Rp 11.400 per dolar AS. Namun penguatan tersebut tak berlangsung lama. Pada Juli 2014, rupiah kembali tertekan di level Rp 12.000 per dolar AS.
Kedua faktor tersebut tentu saja menambah beban anggaran pemerintah. Pasalnya, sebagian besar BBM subsidi di Tanah Air adalah impor. Dengang kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar tersebut membuat biaya impor menjadi semakin mahal.
Selain itu ada faktor ketiga yaitu semakin tipisnya kuota subsidi energi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014, kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kilo liter (kl). PT Pertamina (Persero) memperkirakan, jika tak ada kenaikan harga BBM Subsidi, pada Desember 2014 kuota tersebut akan habis.
Sayangnya, pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kenaikan BBM subsidi tak dilakukan. Nah, akhirnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus menanggung akibatnya. Agar kuota tersebut tak jebol dan agar beban anggaran tidak terus membengkak, dalam masa pemerintahan yang baru berjalan hitungan hari ini, Pemerintahan Jokowi harus menaikkan harga BBM subsidi.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, menyatakan kenaikan harga BBM subsidi tak bisa ditunda. "Saya kira seluruh negeri sudah tahu. Baik itu pada pengamat, ekonom, politisi, semuanya sudah paham permasalahan BBM subsidi ini. Apakah kita bisa menunda? Rasanya tidak," katanya di kantor Kementerian ESDM, pekan lalu.
Sudirman mengungkapkan, anggaran subsidi untuk BBM dalam lima tahun terakhir sudah mencapai Rp 1.300 triliun, anggaran tersebut lebih besar jika dibanding dengan anggaran kesejahteraan rakyat.
"Anggaran kesejahteraan rakyat hanya Rp 600 triliun, kalau ditambah infrastruktur sekitar Rp 500 triliun. Bayangkan mengeluarkan uang tetapi tidak tepat sasaran, rakyat terkorbankan," paparnya.
Oleh karena itu, Sudirman melanjutkan, saat ini Pemerintahan Jokowi sedang mempersiapkan kenaikan harga BBM subsidi tersebut. "Sekarang masalah kapan? Itu sedang disiapkan dengan baik," tuturnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun memastikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bakal dilakukan tahun ini. "Pokoknya kenaikan harga BBM Subsidi sebelum 1 Januari 2015," jelas Bambang usai Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin Wapres RI Jusuf Kalla minggu lalu.
Kenapa Jokowi senekat itu? Bukankah ia Presiden yang pro-rakyat kecil yang selalu berharap harga BBM tak naik?
Eits, tunggu dulu. Kalau menilik ke belakang, sejak kampanye pemilihan presiden, Jokowi dalam visi misi ekonomi yang diusung memprogramkan untuk mengurangi subsidi BBM dan menyediakan energi murah.
Cara yang dijanjikan saat itu adalah Konversi BBM ke gas, dengan perkiraan pengalihan 30% transportasi ke gas akan mengurangi subsidi BBM Rp 60 triliun dan menekan harga energi 20%. Satu lagi dengan cara mengalihkan konsumsi BBM ke biofuel. (Baca juga: Ekonomi RI ala Jokowi vs Prabowo, Mana yang Lebih Tangguh?)
Kini setelah menjadi orang nomor satu di negeri ini, Jokowi tak mau berlama-lama terjebak dalam dilema berani menaikkan harga BBM atau tidak.
Kenapa Jokowi berani menaikkan harga BBM?
Sejak awal tahun ini, wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi terus didengung-dengungkan oleh pemerintah. Banyak alasan yang mendasari pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi tersebut.
Pertama kenaikan harga minyak dunia. Sejak awal tahun, harga minyak dunia terus merangkak naik. Di Januari 2014, harga minyak mentah dunia ada di kisaran US$ 90 per barel. Harga tersebut terus menanjak seiring bergantinya bulan. Sampai akhirnya pada Juli 2014 harga minyak dunia sempat menyentuh level di atas US$ 100 per barel.
Kedua nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus tertekan. Di awal tahun, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selalu di atas Rp 12.000 per dolar AS. Memang, di April 2014 nilai tukar rupiah sempat menguat ke level Rp 11.400 per dolar AS. Namun penguatan tersebut tak berlangsung lama. Pada Juli 2014, rupiah kembali tertekan di level Rp 12.000 per dolar AS.
Kedua faktor tersebut tentu saja menambah beban anggaran pemerintah. Pasalnya, sebagian besar BBM subsidi di Tanah Air adalah impor. Dengang kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar tersebut membuat biaya impor menjadi semakin mahal.
Selain itu ada faktor ketiga yaitu semakin tipisnya kuota subsidi energi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014, kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kilo liter (kl). PT Pertamina (Persero) memperkirakan, jika tak ada kenaikan harga BBM Subsidi, pada Desember 2014 kuota tersebut akan habis.
Sayangnya, pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kenaikan BBM subsidi tak dilakukan. Nah, akhirnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo harus menanggung akibatnya. Agar kuota tersebut tak jebol dan agar beban anggaran tidak terus membengkak, dalam masa pemerintahan yang baru berjalan hitungan hari ini, Pemerintahan Jokowi harus menaikkan harga BBM subsidi.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, menyatakan kenaikan harga BBM subsidi tak bisa ditunda. "Saya kira seluruh negeri sudah tahu. Baik itu pada pengamat, ekonom, politisi, semuanya sudah paham permasalahan BBM subsidi ini. Apakah kita bisa menunda? Rasanya tidak," katanya di kantor Kementerian ESDM, pekan lalu.
Sudirman mengungkapkan, anggaran subsidi untuk BBM dalam lima tahun terakhir sudah mencapai Rp 1.300 triliun, anggaran tersebut lebih besar jika dibanding dengan anggaran kesejahteraan rakyat.
"Anggaran kesejahteraan rakyat hanya Rp 600 triliun, kalau ditambah infrastruktur sekitar Rp 500 triliun. Bayangkan mengeluarkan uang tetapi tidak tepat sasaran, rakyat terkorbankan," paparnya.
Oleh karena itu, Sudirman melanjutkan, saat ini Pemerintahan Jokowi sedang mempersiapkan kenaikan harga BBM subsidi tersebut. "Sekarang masalah kapan? Itu sedang disiapkan dengan baik," tuturnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pun memastikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bakal dilakukan tahun ini. "Pokoknya kenaikan harga BBM Subsidi sebelum 1 Januari 2015," jelas Bambang usai Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin Wapres RI Jusuf Kalla minggu lalu.
Harga Barang Naik 5%
Para pengamat dan juga pengusaha sudah jauh-jauh hari mendorong agar pemerintah segera menaikkan harga BBM subsidi ini. Oleh karena itu, mendengar khabar bahwa pemerintah bakal menaikkan harga BBM subsidi di tahun ini pun mereka mendukung 100 persen.
Kepada Team Kami, Ekonom ReforMiner Institute, Komaidi mengatakan, mau tidak mau, suka tidak suka, berat tidak berat, harga BBM di Indonesia harus disesuaikan dengan harga keekonomiannya. Menurutnya, selama ini 85 persen pengguna BBM Subsidi adalah pemilik kendaraan bermotor dan dari 85 persen tersebut, sebesar 75 persen adalah mereka yang memiliki kendaraan roda empat.
“Apakah fair kalau kita bicara skala prioritas saudara-saudara kita yang sudah mampu beli kendaraan roda empat kemudian diberikan subsidi?” tuturnya. Oleh karena itu, ia pun mendukung rencana kenaikan harga BBM subsidi tersebut sesegera mungkin. (Baca juga: Komaidi: Kenaikan Harga BBM Seperti Obat, Pahit Tapi Menyehatkan)
Namun mengenai berapa besar kenaikannya. Ia melihat tergantung dari dari tujuan pemerintah. Jika tujuannya adalah ketahanan energi dan fiskal, maka semakin besar nominal kenaikannya tentu akan semakin baik.
Namun, pemerintah harus juga melihat dampak dari kenaikan tersebut. Bagaimana pengaruhnya terhadap inflasi dan juga kemiskinan. Menurutnya, dengan semakin besar kenaikan, angka inflasi dan level masyarakat yang jatuh ke level miskin juga akan semakin banyak.
Nah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun sudah mempunyai hitungannya. Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, menjelaskan kenaikan harga BBM subsidi akan berdampak kepada harga barang-barang. Kenaikan harga barang tersebut sebagai langkah antisipasi pembengkakan biaya operasional. "Kalau harga BBM naik Rp 3.000, maka kenaikan harga mulai 5 persen," ujar Sofyan.
Menurutnya, transportasi merupakan sektor yang akan terkena dampak langsung dari penyesuaian harga BBM subsidi tersebut. "Kalau sektor industri belum tentu bisa langsung menaikkan harga barang, paling baru bisa tahun depan. Karena kami masih ada stok yang bisa didistribusikan," papar dia.
sumber : liputan6
0 komentar:
Post a Comment