Sedangkan pesawat tanpa awak yang dipakai untuk aplikasi penyemaian bibit, hujan buatan atau pemantauan udara di sebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV). "Ini dikendalikan pakai remote, tetapi kalau ia (UAV) sudah tidak terlihat mata, ia pakai sistem autopiliot," kata Heri di gedung BPPT II, Jakarta.
UAV yang dikembangkan BPPT ini berjenis long range unmanned aerial vehicle. Dipamerkannya armada tanpa awak ini bagian dari rangkaian acara ulang tahun BPPT ke-36 yang jatuh pada 22 Agustus lalu.
UAV ini sudah dikembangkan sejak tahun 2000-an. Bisa mendarat di ladang rumput, atau ditangkap menggunakan jaring dan kabarnya belum dicoba untuk landing menggunakan parasut.
Daya Jelajah
Kemampuan jelajah UAV ini bisa mencapai ketinggian terbang 10 ribu kaki, membawa berat muatan 22 kilogram dengan kecepatan 65 knots. Pesawat yang dapat terbang selama 8 jam ini memerlukan bahan bakar bensin, dengan tangki penuh 15 liter, di mana 1 liternya bisa menempuh perjalanan sejauh 4 kilometer.
Heri mengungkapkan, BPPT pernah menguji coba UAV ini di beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Pangandaran dan Batu Jajar. BPPT juga kabarnya bekerjasama dengan penyedia teknologi dari Jepang untuk menyematkan perangkat kamera pada UAV tersebut.
Kamera tersebut sudah dilengkapi dengan fitur stabilizer. "BPPT tidak menciptakan UAV untuk tujuan komersial, tetapi kami kerjasama dengan pihak ketiga, PT DI yang melakukan produksi dengan desain dari BPPT," tuturnya. Kemhan, salah satu kementerian yang pernah memesan UAV tersebut.
UAV jenis ini memiliki konfigurasi High Wing-Twin Boom-HTP+VTI dengan take off memakai gaya Catapult atau Runway.
sumber : okezone.com
0 komentar:
Post a Comment