Pos-Solo,-Hampir sebabad batu-batu yang berada di Death Valey atau Lembah
Kematian menjadi misteri ilmu pengetahuan. Bebatuan besar yang rata-rata
beratnya sekitar 320 kilogram didapati berpindah tempat. Seolah ada
kekuatan magis yang memindah dari satu titik ke titik yang lain.
Batu-batu ini seperti punya kaki.
Hanya terdapat bekas goresan pada lumpur yang sudah kering saja,
sebagai petunjuk adanya pergeseran batu. Sementara bagaimana dan apa
penyebab batu-batu itu berpindah tempat, menjadi misteri dalam jangka
waktu sangat lama. Pengamatan demi pengamatan yang dilakukan para
ilmuwan hanya mendapati padang debu dan tanah retak saja.
Namun, kali ini para ilmuwan tak bingung lagi. Pertanyaan seputar
fenomena aneh itu sudah terpecahkan. Bisa dijelaskan secara ilmiah pula.
Sehingga, tak ada anasir magis yang tak bisa dicerna akal manusia dalam
proses pergeseran batu-batu yang kerap disebut 'sailing stones' atau 'batu-batu berlayar' tersebut.
Menurut laman Daily Mail, misteri itu diungkap oleh ilmuwan
dari San Diego. Para ilmuwan tersebut mengklaim telah melihat dengan
mata kepala mereka sendiri bagaimana batu-batu itu pindah dari satu
titik ke titik lain pada Lembah Kematian yang berada di wilayah Amerika
Serikat itu.T
ak mudah memang bagi para peneliti dari Scripps Institution of
Oceanography, San Diego, untuk mendapat jawaban itu. Mereka bahkan tak
pernah berharap untuk melihat pergerakan batu-batu itu. Sebab, selama
puluhan tahun melakukan pengamatan, hanya mendapati batu-batu itu duduk
terdiam di atas tanah gersang itu.
Hingga pada suatu saat mereka memutuskan untuk memonitor bebatuan itu
dengan memasang GPS pada sejumlah batu serta alat pengintai stasiun
cuaca yang memiliki resolusi tinggi yang bisa mengukur riak air untuk
interval satu detik saja. Alat-alat itu dipasang pada 15 batu di sana.
Penelitian ini dilakukan pada musim dingin 2011 silam. Tetunya dengan
izin petugas taman tersebut. Kepala penelitian, Ralph Lorenz, menyebut
eksperimen itu merupakan penelitian paling membosankan yang pernah dia
lakukan. Karena harus menunggu pergerakan batu-batu yang tidak berkaki.
Tapi pada Desember 2013, Richard Norris, penulis penelitian, serta
sepupu Norris, Jim Norris, datang ke Lembah Kematian. Kala itu mereka
menemukan danau, yang juga disebut Playa, tertutup air dengan ketinggian
sekitar tujuh sentimeter. Tak lama setelah itu, mereka melihat sebuah
keajaiban, batu-batu di hadapan mereka bergerak.
"Ilmu pengetahuan kadang-kadang memiliki unsur-unsur keberuntungan,"
kata Norris. "Kami memperkirakan menunggu lima hingga sepuluh tahun
tanpa ada apapun yang bergerak, namun hanya dalam waktu dua tahun proyek
ini berjalan, kami hanya kebetulan saja berada di sana pada waktu yang
tepat untuk melihat sendiri hal itu terjadi."
Dari pengamatan mereka menunjukkan bahwa batu-batu yang bergerak itu
memerlukan kombinasi peristiwa yang langka. Pertama, Playa terisi air,
yang harus memiliki ketinggian yang cukup untuk mengambangkan es selama
malam-malam di musim dingin, tapi juga cukup dangkal untuk mengangkat
batu.
Saat malam tiba, temperatur di wilayah itu menjadi turun. Kolam yang
berisi air itu kemudian membeku. Lembaran-lembaran es pun terbentuk,
menyerupai kaca-kaca jendela, yang cukup tipis untuk bergerak bebas,
tapi juga harus agak tebal untuk mempertahankan kekuatannya.
Saat hari mulai cerah, es mulai mencair dan kemudian pecah menjadi
gumpalan-gumpalan yang mengambang, dengan angin yang berhembus tipis
saja di atas kolam luas itu, ditambah licinnya es yang mulai mencair,
batu-batu yang berada di atas kolam terdorong. Meninggalkan jejak di
lumpur lunak yang berada di bawah permukaan.
"Pada 21 Desember 2013, es pecah sekitar tengah hari, dengan
terdengar suara retakan yang datang dari seluruh permukaan yang membeku.
Saya bilang kepada Jim, ini dia," kata Richard Norris.
Fenomena ini telah membalikkan teori-teori yang sebelumnya banyak
bermunculan, seperti kekuatan badai, setan debu, alga licin, atau
lembaran es yang tebal, yang mempengaruhi pergerakan batu itu.
Sebaliknya, batu-batu itu bergerak di bawah angin spoi-spoi, yang
berhembus 3 hingga 6 meter perdetik dan didorong dengan es yang tebalnya
hanya 3 hingga 5 milimeter saja. Ukuran yang sangat mustahil untuk
mengangkat batu-batu besar. Namun, es tipis itu telah mengurangi gesekan
dengan permukaan tanah.
Pemurut pengamatan, batu-batu itu bergerak lamban, hanya sekitar 2
hingga 6 meter per menit. Sebuah pergerakan yang nyaris tak bisa dilihat
dari kejauhan. "Ada kemungkinan wisatawan benar-benar melihat ini
terjadi tanpa disadari," kata Jim Norris.
Batu-batu itu bergerak ke tempat lain antara beberapa detik sampai16
menit. Dalam salah satu kesempatan, para peneliti mengamati batu yang
berada pada bidang seluas tiga kali lapangan bola. Batu itu bergerak
terus menerus hingga jarak sekitar 60 meter, sebelum akhirnya berhenti.
Para peneliti yakin bebatuan itu telah berkali-kali bergerak sebelum
akhirnya mencapai tempat terakhir. Mereka menduga pergerakan terakhir
sebelumnya terjadi pada 2006. "Sehingga batu dapat bergerakhanya
seperjuta waktu saja," kata Profesor Lorenz.
"Ada juga bukti bahwa frekuensi gerakan batu, yang membutuhkan malam
yang dingin untuk membentuk es, kemungkinan telah menurun sejak tahun
1970 karena perubahan iklim," tambah Lorenz.
Lantas, dengan temuan itu, apakah misteri batu bergerak di Lembah
Kematian telah terungkap? "Kami mendokumentasikan lima peristiwa
pergerakan batu dalam dua setengah bulan di kolam itu dan beberapa
diantaranya melibatkan ratusan batu," ujar Norris.
"Jadi kami telah melihat bahwa meskipun di Death Valey, yang terkenal
panas, es mengambang merupakan kekuatan besar dalam pergerakan batu,"
tambah Norris. Namun para ilmuwan itu belum pernah melihat batu-batu
besar bergerak dengan mekanisme seperti yang ditemui di Lembah Kematian
ini.
sumber : dream.co.id
9/14/2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment