Pos-Solo,- Indonesia dikaruniai sumber daya air yang berlimpah, dengan memiliki 6 persen potensi air dunia atau 21 persen potensi air di Asia Pasifik.
Adapun yang menjadi sumber air bersih adalah sungai, air bawah tanah dan curah hujan. Ironisnya, dari tahun ke tahun Indonesia terus mengalami krisis air bersih, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Eperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (22/3/2015), eksploitasi air yang tak terkendali serta maraknya pencemaran menjadi penyebab yang paling menonjol. Eksploitasi air tanah misalnya, selain menguras sumber air bersih juga menyebabkan berbagai kerusakan antara lain penurunan permukaan tanah.
Contoh yang paling ekstrem adalah di Jakarta. Ibukota memegang rekor tertinggi di dunia, dalam hal penurunan permukaan tanah. Di atas Mexico City, Yokohama dan Bangkok.
Permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan, rata-rata 10,8 centimeter per tahun. Bahkan di kawasan pesisir Jakarta Utara, penurunan bisa mencapai 28 centimeter per tahun. Penyebab utama penurunan permukaan tanah adalah eksploitasi air tanah selain juga dipengaruhi aktivitas tektonik.
Tentu saja hal tersebut membutuhkan penanganan dan antisipasi yang serius, agar tidak semakin memburuk.
Jika dibiarkan saja, maka permukaan air laut akan naik, dan tanpa langkah antisipasi, maka pada tahun 2050 diprediksi permukaan laut bisa mencapai kawasan Harmoni. Pada saat itu, 13 sungai dan kanal di Jakarta tak bisa secara bebas mengalirkan air ke laut karena permukaan laut lebih tinggi.
Selain persoalan itu, pencemaran juga menjadi masalah utama bagi ketersediaan air bersih. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 60 persen sungai di Indonesia tercemar, baik oleh bahan organik maupun bakteri penyebab diare.
Biasanya ini lebih banyak terjadi di perkotaan. Contohnya di Jakarta, 13 sungai yang membelah Ibukota, serta 70 persen air tanahnya tercemar bakter e-coli.
Tingginya pencemaran mengakibatkan banyak warga yang tidak bisa mengakses air bersih.
Data bank dunia tahun 2006 memperlihatkan dari 230 juta penduduk Indonesia, baru 47 persen yang memiliki akses terhadap air bersih. Artinya lebih setengah penduduk Indonesia kesulitan mengakses air bersih dan hidup dalam lingkungan yang tidak sehat.
Hari Air yang jatuh pada hari ini seharasusnya menjadi momentum untuk membangkitkan kesadaran, bahwa kualitas dan ketersediaan air harus dijaga demi kebutuhan bersama, lingkungan hidup dan generasi anak-cucu kita. (Dan/Riz)
Contoh yang paling ekstrem adalah di Jakarta. Ibukota memegang rekor tertinggi di dunia, dalam hal penurunan permukaan tanah. Di atas Mexico City, Yokohama dan Bangkok.
Permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan, rata-rata 10,8 centimeter per tahun. Bahkan di kawasan pesisir Jakarta Utara, penurunan bisa mencapai 28 centimeter per tahun. Penyebab utama penurunan permukaan tanah adalah eksploitasi air tanah selain juga dipengaruhi aktivitas tektonik.
Tentu saja hal tersebut membutuhkan penanganan dan antisipasi yang serius, agar tidak semakin memburuk.
Jika dibiarkan saja, maka permukaan air laut akan naik, dan tanpa langkah antisipasi, maka pada tahun 2050 diprediksi permukaan laut bisa mencapai kawasan Harmoni. Pada saat itu, 13 sungai dan kanal di Jakarta tak bisa secara bebas mengalirkan air ke laut karena permukaan laut lebih tinggi.
Selain persoalan itu, pencemaran juga menjadi masalah utama bagi ketersediaan air bersih. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 60 persen sungai di Indonesia tercemar, baik oleh bahan organik maupun bakteri penyebab diare.
Biasanya ini lebih banyak terjadi di perkotaan. Contohnya di Jakarta, 13 sungai yang membelah Ibukota, serta 70 persen air tanahnya tercemar bakter e-coli.
Tingginya pencemaran mengakibatkan banyak warga yang tidak bisa mengakses air bersih.
Data bank dunia tahun 2006 memperlihatkan dari 230 juta penduduk Indonesia, baru 47 persen yang memiliki akses terhadap air bersih. Artinya lebih setengah penduduk Indonesia kesulitan mengakses air bersih dan hidup dalam lingkungan yang tidak sehat.
Hari Air yang jatuh pada hari ini seharasusnya menjadi momentum untuk membangkitkan kesadaran, bahwa kualitas dan ketersediaan air harus dijaga demi kebutuhan bersama, lingkungan hidup dan generasi anak-cucu kita. (Dan/Riz)
sumber : liputan6
0 komentar:
Post a Comment